Hi! Kurang lebih sudah 4 tahun nggak pernah aktif di blog (dan berencana untuk aktif kembali -semoga bisa-). Di post pertama (dan mungkin sampai 14 hari kedepan), aku bakal update tentang tulisa dengan tema tertentu karena sedang mengikuti Kelas Menulis Inspirator Academy X Kimia Farma. Semoga bisa membantu kalian juga, yah!
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagai karyawan baru di sebuah perusahaan BUMN ternama, tentunya sering menjadi pertanyaan “sebenarnya bisa tidak ya menyisihkan sebagian gaji untuk tabungan masa depan?” Berawal dari status kepegawaian yang dimulai dari pelaksana –jabatan terendah di BUMN– dengan Take Home Pay (THP) kurang lebih satu setengah kali dari besaran Upah Minimum Provinsi (UMR) Jakarta tahun 2018 ditambah dengan keadaan yang mengharuskan jauh dari keluarga di kampung halaman, menabung kerap menjadi kendala kami –perantau baru dengan gaji pas-pasan di Ibu Kota–. Kondisi tersebut sangat membuat kami dilematis. Dari yang tidak pernah kos sama sekali, sekarang harus rela jauh dari orang tua. Dari yang mau makan selalu tersedia, sekarang harus berpikir hari ini perut mau diisi menu apa. Hal-hal tersebut otomatis membuat tabungan terkuras sedikit demi sedikit akibat tidak bisa membuat prioritas kebutuhan apa saja yang seharusnya dibeli dengan gaji dan kebutuhan apa saja yang seharusnya dibeli dengan tabungan.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagai karyawan baru di sebuah perusahaan BUMN ternama, tentunya sering menjadi pertanyaan “sebenarnya bisa tidak ya menyisihkan sebagian gaji untuk tabungan masa depan?” Berawal dari status kepegawaian yang dimulai dari pelaksana –jabatan terendah di BUMN– dengan Take Home Pay (THP) kurang lebih satu setengah kali dari besaran Upah Minimum Provinsi (UMR) Jakarta tahun 2018 ditambah dengan keadaan yang mengharuskan jauh dari keluarga di kampung halaman, menabung kerap menjadi kendala kami –perantau baru dengan gaji pas-pasan di Ibu Kota–. Kondisi tersebut sangat membuat kami dilematis. Dari yang tidak pernah kos sama sekali, sekarang harus rela jauh dari orang tua. Dari yang mau makan selalu tersedia, sekarang harus berpikir hari ini perut mau diisi menu apa. Hal-hal tersebut otomatis membuat tabungan terkuras sedikit demi sedikit akibat tidak bisa membuat prioritas kebutuhan apa saja yang seharusnya dibeli dengan gaji dan kebutuhan apa saja yang seharusnya dibeli dengan tabungan.
In
the other case, kebetulan rejeki saya merantau di Ibu
Kota adalah banyak saudara. Alhamdulillah saya tidak perlu bingung harus
tinggal dimana karena rumah Oom dan Tante dekat dengan kantor, namun tetap
harus berpikir hari ini mau makan apa karena dilandasi dengan rasa sungkan
sudah menumpang dan tidak ingin merepotkan. Sejak awal mengikut Management Trainee Kimia Farma, saya sudah
mengantongi dua setengah kali uang saku yang diberikan selama proses kegiatan. Uang
tersebut adalah hasil dari berjualan online
dan kerja part-time yang dikumpulkan
semasa saya kuliah. Dengan modal cukup, saya berharap sudah tidak harus meminta
orang tua lagi ketika sudah aktif bekerja.
Selama
kegiatan, uang saku yang diberikan terbilang sangat cukup karena kami tidak
perlu memikirkan uang tempat tinggal dan uang makan selama weekday. Kesempatan tersebut saya manfaatkan untuk menabung dengan
tertib. Setiap tanggal 20 (hari dimana nominal tertentu masuk ke rekening
kami), saya langsung memisahkan setengah dari jumlah nominal uang saku ke
rekening yang lain. Sebagai gambaran, jika setiap bulan saya mendapatkan uang
saku sebesar empat juta rupiah maka saya akan menyisihkan sebesar dua juta
rupiah. Dengan sisa dua juta rupiah setiap bulan dan hanya keluar uang saat
weekend hal tersebut tentunya sudah sangat cukup untuk gaya hidup “sedikit”
hedon di Jakarta.
Cara
menyisihkan separuh dari uang yang didapatkan tiap bulan ternyata berlanjut
hingga saya lulus dari program Management
Trainee dan ditempatkan di Kantor Pusat Kimia Farma bagian Marketing.
Kenaikan uang saku menjadi gaji pegawai belum terlalu signfikan, padahal
kehidupan di divisi marketing sangatlah dinamis. Fasilitas makan siang dari
kantor sering tidak dimanfaatkan oleh marketer karena agenda meeting dengan client selalu pada jam istirahat. Ditambah dengan ada saja janji refreshing atau sekedar window shopping dengan teman lama tiap
akhir pekan. Awalnya saya sempat kaget karena setengah dari gaji yang saya
sisihkan ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu bulan, sedangkan
pada tanggal gajian saya terlanjur “mengunci” setengahnya sebagai tabungan.
Setelah
disadari, ternyata kesalahan saya adalah tidak membagi uang tersebut kedalam scope kebutuhan yang harus dikeluarkan.
Kemudian saya mencari dan membaca dari berbagai macam sumber bagaimana konsep
anggaran keuangan yang ideal. Saya bersyukur diberi kesempatan untuk berdiskusi
dengan Kak Metta Anggriani, seorang Certified
Financial Planner dalam acara yang diselenggarakan oleh salah satu bank
swasta. Kak Metta menjelaskan bahwa konsep yang dipakai adalah 10-20-30-40,
dimana pembagian salary 10%-nya untuk
zakat, 20%-nya untuk investasi dan asuransi, 30%-nya untuk cicilan hutang
produktif, dan 40%-nya untuk pengeluaran sehari-hari.
Berdasarkan
diskusi tersebut, saya berusaha merumuskan pembagian salary yang sesuai dengan kebutuhan pekerja baru dengan status single. Saya mengabaikan bagian 30% yang
digunakan untuk menbayar cicilan hutang produktif karena memang belum ada
alokasi untuk hal tersebut. Asumsi yang saya pakai adalah, dengan minimal gaji
lima juta rupiah saya bisa menabung dua setengah juta rupiah. Alokasinya dua
setengah juta rupiah sisanya adalah 2,5% (Rp. 125.000,-) untuk zakat profesi
atau sedekah; 7,5% (Rp. 375.000,-) untuk kebutuhan bulanan seperti bensin dan
listrik; 10% (Rp. 500.000,-) untuk social
cost seperti hang out setiap weekend bersama sahabat atau teman dekat;
10% (Rp. 500.000,-) untuk keperluan makan sehari-hari diluar kantor; dan 20% (Rp.
1.000.000,-) untuk uang kos bulanan. Pembagian tersebut bisa saya pribadi maksimalkan
pada scope kebutuhan tertentu (misalkan:
menyisihkan untuk orang tua) karena tidak harus mengeluarkan biaya untuk
membayar kos bulanan. Dan tentunya bisa kalian maksimalkan juga sesuai dengan
kondisi keuangan masing-masing.
Hingga
saat ini, dengan kebiasaan “Saving
50% Salary” yang selalu dilakukan,
saya berhasil mengumpulkan tabungan sebanyak tujuh kali gaji selama sepuluh
bulan mengabdi di PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. Hal tersebut tentunya hanya
secuil prestasi pribadi yang tidak bisa terlalu dibanggakan, namun bisa
dibagikan kepada teman-teman agar mempunyai semangat menabung dan motivasi
untuk melakukan investasi sejak dini. Bayangkan jika selama satu tahun kita
bisa menyisihkan enam kali gaji, saat sudah lima tahun bekerja kita bisa
menyisihkan enam puluh kali gaji. Nominal yang sangat menggiurkan, bukan?
Inti dari menabung yang
sebenarnya adalah konsisten dan belajar
prihatin, jadi kalau hanya menyisihkan setengah dari gaji kita tiap bulan, jawabannya
adalah; PASTI BISA!!!
No comments:
Post a Comment