ISU KESEHATAN
SJSN
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah sebuah sistem Jaminan
sosial yang diberlakukan di Indonesia. Jaminan sosial ini adalah
salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik
Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar
yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia
yang sejahtera. SJSN memiliki tiga asas, yaitu: asas manfaat, asas kemanusiaan,
dan asas keadilan sosial.
Dasar Hukum SJSN adalah:
- UUD 1945 dan perubahannya tahun 2002, pasal 5, pasal 20, pasal 28, pasal 34.
- Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952.
- TAP MPR RI no X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.
- UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN
Menindaklanjuti
undang-undang mengenai SJSN, disahkan UU no. 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Ada 7 pasal Undang-undang SJSN yang
mendelegasikan pengaturan lebih lanjut dengan peraturan Presiden yaitu pasal 13
ayat (2), pasal 21 ayat (4), pasal 22 ayat (3), pasal 23 ayat (5), pasal 26,
pasal 27 ayat (5) dan pasal 28 ayat (2).
Dalam
undang-undang tersebut, bagaimana jaminan kesehatan tersebut dilaksanakan,
tidak banyak dijelaskan. Penyedia layanan kesehatan akan berperan sebagai
ujung tombak pelaksanaan jaminan kesehatan. Prinsip dari pelaksanaan SJSN
antara lain : asuransi, kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, keberhati-hatian,
akuntabilitas dan probabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dan dana amanat dan
hasil pengelolaan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya
kepentingan peserta.
Pelaksanaan
SJSN merupakan kelanjutan dari sistem jaminan kesehatan masyarakat yang sudah
dibuat pemerintah. Hanya saja, pengelolaan SJSN lebih sistematis di seluruh
Indonesia. Banyak pihak yang mengharapkan SJSN segera diimplementasikan, namun
masih ada kendala yg dipikirkan, yaitu kendala utama pelaksanaan UU
40/2004 tentang SJSN, yakni pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Empat BUMN yang diharapkan menjadi cikal bakal BPJS, yakni PT
Jamsostek, Askes, Asabri, dan Taspen, justru menjadi batu sandungan untuk
melaksanakan SJSN secara maksimal. Masing-masing BUMN memiliki keinginan
berjalan sendiri-sendiri, sehingga tidak menginginkan BPJS tunggal. Namun, DPR
terus mendorong konsep BPJS tunggal. BPJS tunggal memiliki lebih banyak
kelebihan, terutama dalam hal proses, prosedur, dan mekanisme pelayanan kepada
peserta. Selain itu, program jaminan sosial akan berada dalam satu koordinasi,
dana yang terkumpul lebih besar, sementara biaya operasional lebih efisien.
SJSN
diyakini mampu menjangkau seluruh rakyat dalam waktu maksimal 5 tahun. Pada
tahun pertama, SJSN diharapkan melayani sekitar 140 juta penduduk, terdiri dari
kelompok masyarakat miskin, PNS, TNI, Polri, dan pensiunan berserta keluarga,
serta pegawai swasta dan keluarga yang telah mengikuti asuransi yang dikelola
swasta. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengamanatkan penyelenggaraan 5
program jaminan, yaitu: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian. Dari kelima program jaminan yang
wajib menjadi prioritas SJSN adalah Jaminan Kesehatan. Sampai saat ini, cakupan
kepesertaan program jaminan kesehatan baru mencapai 50% dari jumlah penduduk.
Kemampuan
produksi farmasi dalam mendukung pelaksanaan SJSN dinyatakan dengan banyaknya
industri farmasi yang ada di Indonesia saat ini yang telah mampu memenuhi 90
persen kebutuhan pasar farmasi dalam negeri. Hal ini merupakan prestasi yang
patut dibanggakan karena produksi tersebut didominasi oleh produk lokal. Menurut
data Kementerian Kesehatan, saat ini ada sekitar 236 industri farmasi yang
memenuhi kebutuhan obat di Tanah Air. Nilai pasar farmasi di Indonesia sekitar
Rp 44 triliun dengan Rp 4,4 triliun (10 persen) merupakan obat generik.
Dengan
akan dilaksanakannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di bidang kesehatan,
kebutuhan obat-obatan di Tanah Air, khususnya obat generik, dipastikan bakal
meningkat. Penerapan sistem pembiayaan kesehatan dan target cakupan semesta
obat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di bidang kesehatan mulai 1
Januari 2014, membuat target pasar obat publik meningkat hampir tiga kali lipat
untuk memenuhi kebutuhan 240 juta penduduk. OGB akan meningkat karena
Jaminan Sosial bidang kesehatan ini adalah program dari Pemerintah. Maka, pasti
diutamakan OGB yang dipergunakan, sebab Obat Generik Berlogo juga adalah
program Pemerintah.
Jadi, sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) harus
segera diimplementasikan. Kendala utama pelaksanaan UU 40/2004 tentang SJSN,
yakni pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), harus direspons
Presiden SBY agar pemberian jaminan sosial bagi seluruh rakyat bisa secepatnya
dimulai.