Sebagai lulusan dari
Fakultas Farmasi yang mengambil program profesi, saya mendapatkan dua gelar
sekaligus di belakang nama, yaitu Sarjana Farmasi dan Apoteker. Tidak pernah
terbersit di pikiran saya dahulu untuk menjadi seorang tenaga kesehatan.
Apoteker bukanlah sebuah profesi yang dicita-citakan. Banyak anak usia sekolah
yang belum tahu apa itu apoteker, siapa orang dibalik pembuatan dan peracikan
obat mereka, serta kesempatan bekerja dimana saja untuk lulusannya. Yang mereka
mengerti, apoteker hanya sekedar orang yang berjaga di apotek saja.
Selama masa perkuliahan
Profesi Apoteker, saya dan teman-teman seangkatan sudah mulai berpikir ingin
bekerja dimana setelah lulus nanti. Apakah ingin mengabdi di rumah sakit,
melakukan pelayanan di apotek, bekerja di perusahaan farmasi atau makanan,
bahkan berkecimpung di pemerintahan seperti Kemenkes dan BPOM juga menjadi
tawaran yang menarik. Banyak di angkatan saya yang memilih untuk bekerja di
perusahaan farmasi. Selain karena salary yang cukup tinggi, pilihan perusahaan
farmasi pun terbilang cukup banyak. Apoteker muda dapat memilih apakah dia akan
bekerja di industri BUMN, PMDN, atau PMA. Saya pribadi sempat mencoba mengikuti
berbagai macam tes di perusahaan farmasi sebelum akhirnya memilih Kimia Farma.
Untuk posisi yang ditawarkan pun berbeda-beda. Ada yang sebagai purchasing
executive, regulatory officer, quality control, quality assurance, production,
atau supply chain. Tentunya saat mendaftar, saya masih sangat awam akan job
description dari masing-masing posisi. Saya dulu hanya mengerti bahwa
kesempatan bekerja seorang farmasi hanya 3, yaitu produksi yang
bertanggungjawab dalam pembuatan obat, quality control yang bertanggungjawab
dalam pengawasan obat, dan quaility assurance yang bertanggungjawab dalam
pemastian mutu obat.
Setelah yakin masuk di
perusahaan BUMN farmasi, saya memutar otak bagaimana agar tetap bisa
jalan-jalan ke luar kota tetapi tidak perlu jauh dari ibu kota. Karena bagi
saya jauh dari rumah di Yogyakarta sudah cukup membuat gundah gulana, saya
tidak ingin jauh juga dari ibu kota yang mana di sini banyak saudara. Beruntung
sebelum benar-benar bekerja secara total, program management trainee di
Kimia Farma memfasilitasi karyawannya untuk mengenal lebih dalam apa saja
posisi yang akan ditawarkan. Pilihan saya jatuh pada posisi marketing, supply
chain, dan pengembangan bisnis. Ketiganya merupakan posisi baru bagi saya dan
sempat terkejut karena apoteker ternyata mempunyai kapabilitas juga untuk
bekerja di bidang tersebut. Di Kimia Farma, pengembangan bisnis
bertanggungjawab akan inovasi apa saja yang akan dibuat untuk meningkatkan
revenue perusahaan. Sedangkan supply chain bertanggungjawab atas pengendalian
barang mulai dari pemesanan hingga menjadi barang jadi yang akan dikirim ke
gudang. Sementara marketing bertanggungjawab atas segmenting, targeting, dan
positioning serta pengembangan dari produk yang akan kita pegang.
Marketing merupakan hal yang paling
baru untuk saya, dan karena suka tantangan maka ketika wawancara berlangsung
saya mantap memilih posisi marketing. Alhamdulillah saat ini jabatan saya
adalah product executive marketing obat generik dan produk khusus untuk Plant
Medan dan Plant Watudakon. Tanggungjawab yang dipikul untuk ukuran product
executive baru terbilang cukup membuat saya tidak bisa pulang tepat waktu
setiap harinya. Bukan, bukan karena pekerjaan yang belum selesai, melainkan
karena saya memanfaatkan kesempatan untuk belajar lebih dengan para product
manager.
Keseharian saya disupervisi oleh
salah satu product manager yang memegang Plant Jakarta dan diajari dengan
telaten oleh product manager yang memegang Proyek Pusat. Saya bertanggungjawab
langsung kepada Group Product Manager (GPM) dan juga Marketing Manager dalam pembuatan
program ataupun forecast RKAP. Kegiatan marketing yang masih menjadi PR
terbesar saya saat ini adalah bagaimana membranding sebuah brand obat generik.
Merupakan keasyikan sendiri bagi saya karena di divisi marketing benar-benar
bertemu dan sharing ilmu dengan
banyak orang dari berbagai divisi.
Beban tanggungjawab yang saya miliki
juga sebanding dengan fasilitas yang didapatkan sebagai seorang marketer.
Profesi apoteker yang bekerja di bidang marketing ternyata tidak seperti dugaan
saya sebelumnya, yaitu menjual obat secara langsung kepada end-user. Seorang apoteker di marketing akan membuat strategi
pemasaran dari produk, dengan latar belakang klinis yang dimiliki maka konsep
program tersebut pasti jauh lebih detail. Ternyata banyak sekali posisi menarik
yang ditawarkan untuk seorang lulusan apoteker. Yang penting jangan minder dan
tidak boleh kuper. Insya Allah apoteker bisa jadi seorang marketer.